Penggunaan
pupuk ZA pada pembuatan Nata Decoco
Nata de coco merupakan
produk hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas Acetobacter
xylinum. Nata berasal dari bahasa spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai
dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata
merupakan suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama
akan semakin tebal. Nata De Coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri
dari senyawa selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui
proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya
dikenal sebagai bibit nata.
Semula industri nata de
coco dimulai dari adanya industri rumah tangga yang menggunakan sari buah nenas
sebagai bahan bakunya. Produk ini dikenal dengan nama nata de pina. Dikarenakan
nenas sifatnya musiman, pilihan itu jatuh kepada buah kelapa yang berbuah
sepanjang tahun dan dalam jumlah yang cukup besar serta ditemukan secara merata
hampir diseluruh pelosok tanah air. Di skala industri, nata de coco sudah
dikenal sejak diperkenalkannya pada tahun 1975. tetapi, sampai saat ini,
industri nata de coco masih tergolong sedikit (di Indonesia). Padahal jika
melihat prospeknya dimasa mendatang cukup menggiurkan.
Pada prinsipnya untuk
menghasilkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan media yang
dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa ekstra
seluler atau yang kemudian di sebut nata de coco.Bakteri Acetobacter xylinum
akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah
diperkaya dengan Karbon(C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol.
Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler
yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari
jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan
lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan
tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan terpenuhi apabila
air kelapa yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan nata, dan prosesnya
dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum yang digunakan.
Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya
terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa
meninggalkan residu sedikitpun. Oleh sebab itu, definisi nata yang terapung di
atas caian setelah proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi.
Air kelapa yang
digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal,
tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh
bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat.
Pada ummumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen
pembuatan anta de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa,
laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat sederhana itu
sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Adapun dari segi warna yang paling
baik digunakan adalah sukrosa putih. Sukrosa coklat akan mempengaruhi
kenampakan nata sehingga kurang menarik. Sumber nitrogen yang dapat digunakan
untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen
organik, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun Nitrogen anorganik
seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber
nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan
dengan sumber nitrogen organik. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada
yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud
adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain.
Asam asetat atau asam
cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam
asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan
konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang
diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan
asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bias digunakan. Acetobacter
Xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2
mikron dan lebar , dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias
membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan
pewarnaan Gram menunjukkan Gram negative.
Bakteri ini tidak
membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu
sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk
lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan
koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel
dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.Bakteri ini dapat membentuk asam
dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan
mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. sifat yang
paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk
mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa
tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Factor lain yang dominant
mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan
nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Bakteri Acetobacter
Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai
pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri
Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase
kematian.Factor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum mengalami
pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat
keasaman media temperature, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan
dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari
karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bias
berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri Acetobacter
Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya
4,3. Sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada
suhu 28 – 31 0 C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam
fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran
masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi.
Namun belakangan ini
banyak beredar dalam pembuatan nata decoco menggunakan pupuk ZA, yang mana
pupuk ini seharusnya digunakan dalam dunia pertanian terutama dalam penanaman
padi. Penggunaan pupuk ZA ini untuk pertama kalinya ditemukan pada sebuah industri
rumahan di daerah Sleman, DI Yokyakarta. Mereka penambahkan pupuk Za dlam
pembuatan nata decoco dan tidak dapat dipungkiri, hasil dari penggunaan pupuk
ini memeng jauh leboh bak dari tidak menggunakan pupuk. Mulai sejak saat itulah
banyak spekulasi tentang baik buruknya penggunaan pupuk ini. Oleh sebab itu
kita harus mengetahui baik-buruknya penggunaan pupuk ini dengan penjelasan
berikut:
Mengapa dalam pembuatan Nata de coco menggunakan
urea?
Peran dan fungsi dari
urea ataupun pupuk ZA di dalam pembuatan nata de coco adalah sebagai nutrisi
(protein) bagi bakteri Acetobacter xylinum agar dia bisa tumbuh lebih cepat
dalam menghasilkan "nata" (berbentuk seperti gel).Urea atau ZA adalah
sumber nutrisi bagi bakteri yang melakukan fermentasi air kelapa sehingga
menjadi nata de coco.
Fungsi utamanya sebagai
penyedia nitrogen, dengan adanya suplai nitrogen tambahan, bakteri akan
berkembangbiak secara cepat, dan proses perubahan air kelapa menjadi nata de
coco juga menjadi lebih cepat.
Sebenarnya di dalam air
kelapa itu sudah ada nitrogennya, tetapi dalam bentuk organik, sehingga tidak
dapat langsung dimanfaatkan oleh bakteri, bakteri hanya dapat menggunakan
nitrogen dalam bentuk inorganik: - nitrat [NO3-] atau ammonium [NH4+]. Oleh orang awam, ZA sering disangka Urea,
meski sama-sama berfungsi sebagai penyedia nitrogen; tapi ZA bukan Urea. Di
Urea hanya ada N (46%), di ZA ada N (21% dlm bentuk ammonium) dan S atau
belereng(24% dalam bentuk sulphate). Ketika ZA ditambahkan ke media pembuatan
nata de coco, ZA akan dipakai oleh bakteri, digunakan untuk berkembang biak.
Bakteri memerlukan banyak protein untuk pembelahan sel [berkembang biak].
Sebuah studi yg
dipublikasi diWorld J Microbiol Biotechnol (2008) melaporkan bahwa
ketebalan nata maksimal dapat diperoleh dengan konsentrasi optimum sukrosa
sebanyak 10% dan amonium sulfat/ZA sebanyak 0,5%. Kondisi ini akan menghasilkan
nata dengan kualitas yang bagus, permukaan yang halus dan tekstur kenyal.
Sebetulnya ada sumber-sumber lain penghasil nitrogen, seperti bahan-bahan
berprotein tinggi, tapi tentu harganya jadi mahal. Jika tidak ada ZA, bisa juga
digunakan senyawa urea yang kaya akan unsur nitrogen.
Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) memastikan nata de coco berbahan urea (CH4N2O) atau ZA aman
dikonsumsi. Asal dengan catatan, bahan digunakan dalam kategori tara pangan
atau food grade, bukan yang terkandung dalam pupuk. Biro Hukum dan Humas
BPOM RI mengatakan bahwa “amonium sulfat atau disebut juga ZA (Zwavelzure
Amoniak) dengan rumus kimia (NH4)2S04 dan urea dengan rumus kimia CH4N2O
merupakan sumber nitrogen yang baik untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum. Amonium sulfat atau ZA dan Urea berfungsi sebagai bahan
penolong (processing aids) golongan nutrisi untuk mikroba (microbial
nutrients atau microbial adjusts)”.
Namun perlu dicatat
bahwa dalam proses pembuatan nata itu pada akhir fermentasi ada proses-proses
pencucian, sehingga sisa-sisa bahan yang digunakan telah dihilangkan. Jadi
dalam produk natanya semestinya sudah tidak ada lagi ZA atau bahan-bahan
lainnya. Pencucian
berulang-ulang, pengecilan ukuran, dan perendaman merupakan tahapan proses
bertujuan untuk menghilangkan sisa substrat fermentasi, menghilangkan asam,
menghilangkan sisa mikroba dan komponen lain yang tidak dikehendaki, dan
menghasilkan aroma khas Nata. Nata de Coco selanjutnya direbus mendidih minimal
selama 10 menit untuk menghilangkan rasa asam maupun sisa mikroba hidup,
sehingga dihasilkan produk Nata dengan rasa tawar, kenyal, tidak berbau, bebas
residu, dan aman untuk dikonsumsi.
Apa pengaruh ZA dalam kesehatan?
Amonium sulfat atau ZA
termasuk bahan pangan yang aman menurut FDA. Ia bisa
digunakan sebagai pengatur keasaman dalam makanan, dan menguatkan adonan tepung
dalam pembuatan roti. Jika tertelan atau terhirup, amonium yang terserap ke
dalam tubuh akan ditransport ke hati dan di metabolisme menjadi urea, dan
dibuang melalui urin.
Amonium sendiri juga
dijumpai dalam tubuh sebagai ion yang menjaga keseimbangan asam-basa tubuh.
Sulfat-nya juga merupakan senyawa normal dalam tubuh dalam metabolisme senyawa
sulfat endogen. Ia akan dibuang dalam bentuk tidak berubah atau terkonjugasi
melalui urin. Tentu saja jika digunakan dalam dosis yang besar akan
membahayakan kesehatan. Seberapa besar yg bisa membahayakan?
Ammonium sulfat
termasuk yang memiliki toksisitas akut rendah. Dosis yang bisa memberikan 50%
kematian pada tikus secara per-oral (dimakan) adalah 2000-4500 mg/kg
berat badan (jika dikonversi ke dosis manusia berat 70 kg adalah 22,5
gram), yang berarti cukup besar dosis untuk bisa mematikan.
Bahaya potensial lainnya antara lain :
Mata : menyebabkan
iritasi
Kulit : iritasi kulit,
menyebabkan kemerahan.
Tertelan : mual,
muntah, diare
Terhirup : iritasi
saluran nafas, batuk, sesak nafas
Salah satu standar yang
digunakan untuk bahan baku makanan adalah standar FCC (Food Chemical Codex).
FCC menyebutkan bahwa ammonium sulfat yang boleh digunakan sebagai bahan pangan
disyaratkan tidak boleh mengandung logam berat arsenik (lebih dari 0.5 ppm),
besi (15 ppm), dan selenium (5 ppm). Secara komersial, ammonium sulfat tersebut
tersedia dalam dua kategori: untuk makanan (food grade) dan bukan untuk
makanan (non food grade). Yang food grade berstatus Generally
Recognized As Safe (GRAS) dalam batasan tertentu, sedangkan yang non
food grade tentu saja tidak boleh dipakai dalam makanan. Permasalahannya
adalah amonium sulfat dalam bentuk pupuk ini murah dan banyak tersedia.
Namun satu hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa tentunya kualitas sediaan ZA yang ditujukan
sebagai pupuk tidak sama dengan sediaan yang memang khusus untuk makanan,
karena mungkin ada pencemar dan mungkin dapat memberikan efek kurang baik bagi
kesehatan.. Concern yang besar perlu diarahkan terhadap
kemungkinan adanya cemaran logam berat atau cemaran lain dari hasil sintesis
pupuk ZA. Perlu diingat bahwa batas maksimal yg dibolehkan untuk cemaran pada
pupuk tentu jauh lebih besar daripada batasan pada senyawa kimia untuk
pangan (food grade), apalagi untuk obat(pharmaceutical grade).
Sebagai perbandingan, batas maksimum logam berat
pada pupuk dan pada pangan adalah sbb:
Arsen : ≤ 10 ppm (pupuk) vs
≤ 2 ppm (pangan)
Kadmium: ≤ 10 ppm (pupuk) vs ≤ 0,3 ppm
(pangan)
Merkuri: ≤ 1 ppm (pupuk) vs ≤ 1 ppm
(pangan)
Timbal : ≤ 50 ppm (pupuk) vs ≤ 2 ppm
(pangan)
Berkaitan dengan kasus penggunaan pupuk ZA pada
produksi nata de coco, beberapa langkah perbaikan yang perlu dilakukan antara
lain:
(1) Penggalakan penggunaan amonium sulfat murni (Food
Grade) perlu dilakukan. Diakui bahwa bahan ini merupakan produk impor
dengan harga yang relatif lebih mahal. Namun demikian, aspek ketersediaan
nampaknya merupakan titik kritis penggunaan bahan tersebut.
(2) Agar sedapat mungkin dihindari penggunaan
bahan non food grade, mengingat kadar ketidak-murnian yang tinggi
pada amonium sulfat non food grade, misalnya pada kandungan logam
berat yang jauh lebih tinggi.
(3) Pencucian berulang dalam proses produksi nata de
coco adalah titik kritis keamanan pangan, dimana boleh jadi komponen-komponen
berbahaya seperti logam berat akan larut ke dalam air pencuci.
(4) Sebaiknya dilakukan pengukuran kadar logam berat
pada produk nata de coco yang saat ini beredar.
Selain penggunaan ZA
dalam pembuatan Nata Decoco, telah ditemukan alternatif yang dapat membantu
memberi bakteri Acetobacter xylinum nutrisi (protein) yang sangat lebih banyak.
Penggunaan ZA untuk pemenuhan kebutuhan nitrogen mungkin bisa diganti dari
sumber lain, seperti protein. Akan tetapi harganya jauh lebih mahal dari ZA.
Kebutuhan protein dapat dipenuhi dari penggunaan air rebusan kecambah kacang
hijau atau limbah proses pembuatan tahu. Selain itu ditambahkan juga asam cuka
untuk memberi suasana asam yang merupakan kondisi agar bakteri penghasil nata
de coco bisa hidup dan berkembang. Jika tidak ditambahkan asam asetat, maka pH
larutan masih bersifat mendekati netral yang akan menyebabkan pertumbuhan
bakteri akan sangat lambat, konsekuensinya produksi nata de coco akan lambat
juga, bahkan mungkin akan gagal atau nata de coco tidak jadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar